Mengenal Penyakit Kawasaki

|| || Leave a komentar
Mengenal Penyakit Kawasaki (gizinutrisialami) | Apa itu Penyakit Kawasaki (PK) PK ditemukan oleh Dr Tomisaku Kawasaki di Jepang tahun 1967 dan saat itu dikenal sebagai mucocutaneous lymphnode syndrome. Untuk menghormati penemunya, maka dinamakan penyakit kawasaki. Di Indonesia, banyak di antara kita yang belum memahami penyakit yang berbahaya ini, bahkan di kalangan medis sekalipun. Hal inilah yang menyebabkan diagnosis acap terlambat dengan segala konsekuensinya.

Penampakan penyakit ini juga dapat mengelabui mata sehingga dapat terdiagnosis sebagai campak, alergi obat, infeksi virus, atau bahkan penyakit gondong. Penyakit yang lebih sering menyerang ras Mongol ini terutama menyerang balita dan paling sering pada anak usia 1-2 tahun. Bahkan, penulis pernah menemukan PK pada seorang bayi berusia 3 bulan yang menderita demam selama 18 hari.

Angka kejadian per tahun di Jepang tertinggi di dunia, yaitu berkisar 1 kasus per 1.000 anak balita, disusul Korea dan Taiwan. Di Amerika Serikat berkisar 0,09 (pada ras kulit putih) sampai 0,32 (pada keturunan Asia-Pasifik) per seribu balita.  Di Indonesia, penulis menemukan kasus PK sejak tahun 1996, tapi ada dokter yang menyatakan sudah menemukan sebelumnya.

Indonesia baru resmi tercatat dalam peta penyakit kawasaki dunia setelah laporan seri kasus PK dari Advani dkk diajukan pada simposium internasional penyakit kawasaki ke-8 di San Diego, AS, awal tahun 2005. Diduga, kasus di Indonesia tidaklah sedikit dan menurut perhitungan kasar, berdasarkan angka kejadian global dan etnis di negara kita, tiap tahun akan ada 3.300-6.600 kasus PK.

Namun kenyataannya kasus yang terdeteksi masih sangat jauh di bawah angka ini. Sekitar 20-40 persen-nya mengalami kerusakan pada pembuluh koroner jantung. Sebagian akan sembuh  namun sebagian lain terpaksa menjalani hidup dengan jantung yang cacat akibat aliran darah koroner yang terganggu. Sebagian kecil akan meninggal akibat kerusakan jantung.

Penyebab PK hingga saat ini belum diketahui, meski diduga kuat akibat suatu  infeksi, namun belum ada bukti yang meyakinkan. Karena itu cara pencegahannya juga belum diketahui.  Penyakit ini juga tidak terbukti  menular.

Gejala Awal
Gejala awal pada fase akut adalah demam yang mendadak tinggi dan bisa mencapai 41° C. Demam berfluktuasi selama setidaknya 5 hari tetapi tidak pernah mencapai normal. Pada anak yang tidak diobati, demam dapat berlangsung selama 1-4 minggu tanpa jeda. Pemberian antibiotik  tidak menolong. Sekitar 2-3 hari setelah demam, mulai muncul gejala lain secara bertahap yaitu bercak bercak merah di badan yang mirip seperti pada penyakit campak.

Namun gejala batuk pilek yang dominan pada campak biasanya ringan atau bahkan tidak ada pada PK. Gejala lain yang timbul adalah kedua mata merah, tapi tanpa kotoran (belekan), pembengkakan kelenjar getah bening di salah satu sisi leher sehingga kadang diduga  penyakit gondong (parotitis), lidah merah menyerupai stroberi, bibir juga merah dan kadang pecah-pecah, telapak tangan dan kaki merah dan agak membengkak. Kadang anak mengeluh nyeri pada persendian. Pada fase penyembuhan terjadi pengelupasan kulit di ujung jari tangan serta kaki dan kemudian timbul cekungan berbentuk garis melintang pada kuku kaki dan tangan (garis Beau).

Penderita PK harus dirawat inap di rumah sakit dan mendapat pengawasan dari dokter ahli jantung anak. Komplikasi yang paling ditakutkan adalah pada jantung (terjadi pada 20-40 persen penderita) karena dapat merusak pembuluh nadi koroner. Komplikasi ke jantung biasanya mulai terjadi setelah hari ke 7-8 sejak awal timbulnya demam.

Pada awalnya dapat terjadi pelebaran pembuluh ini kemudian bisa terjadi penyempitan bagian dalam atau sumbatan. Akibatnya aliran darah ke otot jantung terganggu sehingga dapat menimbulkan kerusakan pada otot jantung yang dikenal sebagai infark miokard. Pemeriksaan jantung menjadi hal yang sangat penting termasuk EKG dan ekokardiografi (USG jantung). Kadang  ultrafast CT scan, MRA (Magnetic Resonance Angiography) maupun kateterisasi jantung diperlukan pada kasus yang berat. Pemeriksaan laboratorium untuk penyakit ini tidak ada yang khas.

Biasanya jumlah sel darah putih, laju endap darah dan C Reactive protein  meningkat pada fase akut. Jadi diagnosis ditegakkan  atas dasar gejala dan tanda klinis semata sehingga  pengalaman dokter sangat dibutuhkan. Pada fase penyembuhan,  trombosit darah  meningkat dan ini akan memudahkan terjadinya trombus atau bekuan darah yang menyumbat pembuluh koroner jantung.

Daftar Isi